INI PERBEDAAN AL-QURAN DAN MUKJIZAT LAINNYA

Al-Quran merupakan mukjizat maknawiyah. Sebab aspek ke-mukjizat-annya ditangkap melalui pemaknaan atau nalar, yaitu dengan menelaah aspek kebahasaan dan lainnya yang tertera di dalamnya. Ia berbeda dengan mukjizat hissiyyah (empirik) seperti tongkat yang berubah ular milik, menghidupkan orang mati atau yang lainnya yang tampak secara indrawi.

Pada dasarnya, mukjizat itu datang untuk membenarkan seorang Nabi atas ajaran yang dibawanya. Namun yang menjadi perbedaan, sebagaimana disampaikan Ibnu Rusyd, sisi pembuktian Al-Qur’an atas kebenaran ajaran yangg dibawa Nabi Muhammad itu berbeda dengan mukjizat lainnya.

Dimana bedannya?

Masih menurut Ibnu Rusyd, mukjizat lain itu –sekalipun sama seperti al-Quran yg tidak mungkin datang kecuali dari Nabi– namun itu semua bukanlah esensi –sekali lagi bukan esensi—dari  risalah yang disampaikan.

Coba perhatikan, apakah berubahnya tongkat menjadi ular merupakan esensi risalah yag dibawa nabi Musa? Tentu tidak. Itu hanyalah sebuah pembuktian –sekali lagi hanyalah sebuah pembuktian– untuk membenarkan risalah yg dibawa Nabi Musa. Adapun inti risalahnya adalah apa yang ada dalam Taurat, namun itu bukanlah suatu mukjizat.

Sedangkan al-Quran selain membenarkan risalah yg dibawa Nabi Muhammad, ia juga erat hubungannya dengan “esensi” risalah tersebut. Atau katakanlah, al-Quran itu disatu sisi sebagai mukjizat disisi lainnya adalah esensi dari ajaran agama itu sendiri. Inilah mengapa dalam al-Quran dikatakan:

“Sungguh, telah datang kepadamu penjelasan yang nyata, petunjuk, dan rahmat dari Tuhanmu” (Qs. Al-An’am: 157). Di satu sisi al-Quran merupakan bukti atau penjelasan nyata atas kenabian Muhammad. Di sisi yang lain ia merupakan peutunjuk dan rahmat.

Jika ingin dianalogikan, dalam dunia kedokteran, Al-Quran itu ibarat pembuktian “penyembuhan penyakit” atas ilmu kedokteran.

Mudahnya begini, jika ada dua orang yg mengaku sebagai dokter, misalnya, yg satu mengaku sebagai dokter karena bisa terbang di langit dan yg satu lagi mengaku dokter sebab bisa menyembuhkan orang sakit, maka mana yg lebih meyakinkan untuk dipercaya? Tentunya pembenaran kita akan tertuju pada yang kedua.

Mengapa demikian? sebab “penyembuhan” itu erat hubungannya dengan ilmu kedokteran, artinya hal tersebut selain dapat membuktikan sisi ke-dokter-an seseorang, ia juga merupakan esensi dari ilmu dokter itu sendiri. Begitulah al-Quran.

Sedangkan terhadap yg pertama, sekalipun ia mampu terbang di langit, itu hanya menjadi pembuktian sisi ke-dokter-an seseoramg, namun bukan esensi dari ilmu kedokteran itu sendiri. Inilah mukjizat hissiyyah selain Qur’an.

Dari sini kita memahami mengapa Allah tidak mengabulkan apa yang diinginkan oleh kaum musyrik saat meminta Nabi Muhammad mendatangkan hal-hal fantastis yang sifatnya indrawi sebagaimana rasul-rasul sebelumnya. Allah menolaknya kecuali al-Quran ini lalu menegakan untuk jangan meminta selain al-Quran ini. karena al-Quran lah mukjizat terbesar itu.

“Mereka (orang-orang kafir) berkata, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya bukti-bukti (mukjizat) dari Tuhannya?” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bukti-bukti (mukjizat) itu hanya ada di sisi Allah, sedangkan aku hanyalah pemberi peringatan yang jelas.”

“Tidak cukupkah bagi mereka bahwa Kami menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya di dalam (Al-Qur’an) itu benar-benar terdapat rahmat dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman” (Qs. Al-Ankabut: 50-51)

Perbedaan lainnya juga aspek kemukjizatan al-Quran bisa dirasakan oleh siapapun sampai hari akhir kelak. Hal ini melihat pembawa risalahnya merupakan rasul terakhir dan ajarannya kekal hingga nanti. Maka dibutuhkanlah satu mukjizat di luar indrawi yang bisa dirasakan umat kedepannya. Sebab mukjizat indrawi, hanya bisa dirasakan oleh mereka yang ada pada saat itu saja.

Wallahu ‘alam bi al-Shawab.

 

Divisi: Pendidikan
⁠Author: Bana Fatahillah
Sumber referensi: Beberapa buku

Sharing is caring

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *