Sebagian orang berasumsi tidak perlu berlomba-lomba mengkhatamkan al-Quran. Karena menurut mereka yang bagus itu untuk memahami isi dan kandungan al-Quran. Sebab, kata mereka, berapa banyak orang yang sering mengkhatamkan al-Quran tapi tidak memahami maknanya lantas tidak bisa bertadabbur dengan kalam yang agung ini.
Statement seperti ini tidak salah. Namun terindikasi dan terkesan menyampingkan kegiatan mengkhatamkan al-Quran.Padahal, jika kita telisik, khatam Quran adalah satu tradisi yang dilakukan oleh para salaf kita, dari sahabat Nabi dan para tabiin. Mari kita lihat bagaimana semangat mereka dalam mengkhatamkan al-Quran.
Menjadi Tradisi
Dalam Kitab al-Shiyām, Abdullah Sirajuddin, salah satu Ulama besar Syiria, memaparkan bahwa di antara tradisi salafussholih jika masuk bulan Ramadhan adalah mengkhatamkan al-Quran pada saat shalat Tarawih. Ada yang mengkhatamkannya selama sepuluh hari, tujuh hari dan ada yang tiga hari. Baik mengkhatamkan di dalam atau di luar shalat. Pada intinya masih saat Ramadhan.
Imam Syafii dan Abu Hanifah, misalnya menghatamkan al-Quran sebanyak dua kali dalam sehari. Begitupun Imam Bukhari yang khatam sekali dalam sehari, dan mengakhiri khatamannya saat berbuka dengan harapan memperoleh pahala ganda di dua waktu mustajab, khatam dan waktu buka. Bahkan yang lebih menakjubkan lagi, Imam Mujahid bin Jabr, salah satu ulama Tabi’in yang khatam antara maghrib dan Isya pada bulan Ramadhan.
Fenomena ini bukan amalan yang dilakukan asal-asal. Mereka menyontoh baginda Nabi dan para sahabat yang memanjangkan bacaannya saat solat tarawih atau di luar itu. Hingga mereka pun mengikutinya. Kita pasti sudah populer dengan hadis sahabat Hudzaifah yang pernah ikut solat malam bersama Nabi. Awalnya ia kira Nabi akan rukuk setelah membaca seratus ayat surat al-Baqarah. Ternyata tidak. Ia pun terus mengira setiap seratus ayat atau bergantinya surat, bahwa Nabi akan rukuk. Dan ternyata masih tidak. Hingga beliau pun rukuk setelah menyelesaikan surat An-Nisa. Bagi yang belum tau, surat An-nisa itu menghabiskan 5 juz dua lembar. Dan Kalian bisa membayangkan sendiri bagaimana itu dihabiskan dalam satu rakaat.
Para sahabat pun tak kalah menakjubkannya. Saat khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan masyarakat untuk terawih berjamaah, Ubay bin Ka’ab yang diperintahkan untuk menjadi Imam membaca tiap satu rakaat 200 ayat lebih. Bahkan diriwayatkan mereka semua pulang dari shalat tarawih dan langsung melaksanakan sahur, sebab waktu subuh akan tiba. Itu artinya shalat tarawih mereka sepanjang malam dan tidak berhenti kecuali untuk sahur.
Poin dari ini semua adalah: semangat mengkhatamkan al-Quran, khususnya dalam bulan ramadhan, memang sudah dicerminkan oleh baginda Nabi dan sahabat, hingga berlanjut pada generasi selanjutnya, baik di bulan Ramadhan atau bukan.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkār meriwayatkan bahwa di antara salaf berbeda-beda dalam mengkhatamkan al-Quran. Ada yang dua bulan, sebulan, sepuluh malam, delapan malam, tujuh malam (dan inilah yang banyak diterapkan oleh kebanyakan salaf) atau bahkan hanya butuh tiga malam. Ini semua hanya satu kali khataman. Imam Nawawi kemudian melanjutkan bahwa disana ada yang mengkhatamkan sebanyak tiga kali dalam sehari, atau bahkan khatam sebanyak delapan kali dalam sehari; empat kali dipagi hari, dan empat kali di malamnya.
Benar. Ada riwayat yang menyatakan baiknya tidak mengkhatamkan al-Quran kurang dari 3 hari. Namun Imam Nawawi memberi penjelasan bahwa jumlah khataman yang dilakukan tergantung keadaan orangnya. Bagi mereka yang mampu khatam dalam sehari itu bukan masalah. Adapun mereka yang sibuk dengan berbagi hal, seperti mengajar ilmu agama, maka hendaknya ia membaca sesuai kemampuannya, tanpa menyepelekan.
Kondisi Ideal
Idealnya, sebagaimana dalam hadis Nabi dan fakta yang saya sebutkan di atas, khataman dilakukan dalam 7 hari sebagaimana para salaf yang banyak melakukannya. Ini karena pada saat itu sahabat membagi al-Qur`an menjadi tujuh bagian, dan setiap bagian diselesaikan dalam satu hari.
Dalam Musnadnya Imam Abu Daud meriwayatkan sebuah hadis yang berbunyi: “Aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah bagaimana mereka membagi-bagi al-Qur`an? Mereka menjawab “dibagi menjadi tiga, lima, tujuh, Sembilan, sebelas, tiga belas dan hizib mufashol tersendiri”. Jika ingin diperinci, maka pola khatam mayoritas sahabat Nabi seperti ini:
Dimulai dari surat al-Baqarah. Pertama 3 surat: (al-Baqarah, Ali Imran dan An-Nisa)
Kedua 5 surat: (dari al-Maidah sampai At-Taubah)
Ketiga 7 surat: (Yunus sampai an-Nahl)
Keempat 9 surat: (al-Isra’ sampai al-Furqan)
Kelima 11 surat: (Asy-Syu’ara sampai Yasiin)
Keenam 13 surat: (Al-Shaffaat sampai al-Hujuraat)
Ketujuh biasa disebut al-Mufashal yang artinya secara terperinci. Ini maksudnya surat-surat yang ayatnya pendek-pendek yang dimulai dari surat Qaaf sampai Al-Naas.
Maka melihat fenomena ini semua, kita bisa pastikan bahwa khatam al-Qur`an adalah tradisi yang memang digalakan oleh salaf. Bahkan saking ingin melihat dan mendengar orang yang khatam Quran, Ibnu Abbas Ra memerintahkan muridnya untuk mencari orang yang khatam al-Quran sehingga ia bisa ikut dalam majlisnya. Hal ini karena doa orang yang khatam al-Qur`an mustajab dan majlisnya dirahmati oleh Allah. Maka wajar saja jika Anas bin Malik Ra mengumpulkan kerabatnya untuk doa bersama saat khatam al-Quran.
Khatam dan Fahami
Sebagai penutup saya katakan, antara menkhatamkan al-Qur`an dan memahaminya sama-sama baik. Tapi ada baiknya kita memadukan keduanya tanpa meninggalkan salah satunya. Mengkhatamkannya sekaligus memahaminya. Jangan sampai terus memahaminya namun meninggalkan khatam, atau bahkan sudah tidak khatam tidak paham.
Memang mengkhatamkan al-Qur`an itu beratnya bukan main. Baca sehari sejuz saja, mungkin masih ada yang keberatan. Apalagi khatam satu hari, atau bahkan antara maghrib dan Isya, atau bahkan sehari delapan kali. Itu diluar kemungkinan kita, kalau kata orang mesir “musy mumkin”.
Namun itu tidak berarti kita meninggalkan khatam al-Quran atau menyepelekannya. Biar sedikit yang penting istiqamah. Memang kita tidak bisa seperti para sahabat dan ulama-ulama yang seharinya bisa berjuz-juz. Tapi, sekali lagi tapi, setidanya kita berada di jalan mereka dan terus berada bersama tradisi mereka. mari sama-sama mengejar khatam al-Quran, apalagi di bulan ramadhan ini, bulan penuh berkah. Wallahu a’lam bi al-Shawab.
Divisi: Pendidikan
Author: Bana Fatahillah
Sumber referensi: Beberapa buku